Jumat, 26 Juni 2009

Jilbab, yes or no?

Seorang muslim yang sudah akhil baligh diwajibkan menutup auratnya. Itu identik dengan memakai jilbab bagi kaum hawa. Lalu yang bagaimanakah yang disebut menutup aurat? Haruskah memakai baju yang berlapis lapis hingga sempurna menutupi tiap inci kulit dan sempurna menyamarkan tiap lekuk tubuh? Memakai jubah yang longgar beserta jilbab yang selebar seprai lengkap dengan cadarnya? Ataukah cukup memakai baju yang sopan dan rapi?

Banyak pendapat mengenai ketentuan menutup aurat. Banyak pula kebingungan (khususnya bagi remaja putri dan wanita) yang ditimbulkannya. Saya sendiri merasa bingung dalam hal ini.

Setahu saya aurat itu adalah bagian tubuh yang dilarang untuk diperlihatkan bagi orang lain karena bisa menimbulkan nafsu/ syahwat. Nha, bukankah bagian tubuh (terutama perempuan) yang bisa menimbulkan nafsu bagi yang melihatnya itu relatif, tergantung kebersihan pikiran si penglihat? Apakah lengan bawah, betis, rambut (perempuan) itu juga aurat?

Apakah dengan berjilbab dan memakai baju yang super longgar sudah menjamin tidak akan timbul nafsu bagi orang yang melihat? Bukankah dengan memakai pakaian yang berlebihan demikian justru menimbulkan rasa penasaran sebenarnya seperti apa sih wujud aslinya dan itu justru akan menyebabkan para lawan jenis yang melihat berfantasi liar? Selalu ada terlalu banyak pertanyaan mengenai bagaimana menutup aurat yang benar.

Saya sendiri terkadang merasa bingung sopan tidakkah pakaian yang saya pakai. Dan ketika saya memutuskan untuk akan mulai berjilbab saya mulai mengamati bagaimana cara berpakaian orang-orang yang berjilbab. Beraneka ragam, bermacam-macam. Ada yang memakai jilbab tapi memakai legging, memakai jilbab tapi pakaiannya tipis hingga (maaf) tali bra-nya terlihat, ada pula yang memakai jilbab tapi blus yang dipakainya super ketat, dan bermacam-macam lagi. Apakah mereka yang seperti itu sudah bisa disebut menutup aurat? (bukkannya justru ”mengundang”?) Lalu bagaimanakah cara berpakaian yang baik?

Sudah sejak akan masuk SMA, saya mempunyai niat untuk mulai berjilbab, tapi selalu ragu-ragu. Tapi entah mengapa akhir-akhir ini saya merasa yakin untuk memakai jilbab. Saya pun bertanya pada beberapa orang terdekat saya, ”Bagaimana jika saya berjilbab?”. Bermacam-macam jawaban yang merka berikan.

Ibu : ”Alhamdulillah.” (singkat tapi dalam)
Bapak : ”Bagus! Memang kalau sudah akhil baligh harus menutup aurat. Nanti bapak yang belikan seragam baru.” (langsung jadi sponsor =D)
Bulik (adeknya bapak) : ”Ya bagus nuw. Cantik.” (hahaha)
Mbah uti : ” Ya wis kudu ngono. Ibumu, budhemu, bulik & tantemu (sama aja yak?) kan ya jilbaban. Mbah uti sing wis tuwa ya jilbaban ngene.” (inggih, mbah uti)

Dari jawaban-jawaban mereka, setidaknya saya tahu mereka mendukung saya. Sekarang tinggal saya yang harus menyiapkan diri saya. Bagaimanakah cara berpakaian saya untuk menutup aurat dengan lebih sempurna? Tidak hanya memakai jilbab di kepala, tapi juga memakai jilbab di hati. Itu PR saya. .

2 komentar:

Sekar Lawu mengatakan...

bener Win, bulik juga begitu...hati dulu dijilbabi, baru raga ini....Insya Allah Winda mendapat hidayah...Amin

WindaPresti mengatakan...

@sekar lawu. .
amiin
ini sedang dalam perjalanan memperbaiki diri. .hehe