****
Sekarang sudah musim hujan dan saya senang karenanya. Banyak cerita di musim hujan.
Hujan di pagi hari selalu bikin saya semangat. Hujan yang saya maksud bukan hujan dengan pasukan titik-titik air yang membabi buta, tapi hujan yang sedang-sedang saja, nggak deras tapi nggak rintik-rintik juga. Intinya hujan yang bikin basah tapi nggak bikin bencana.
Daaaaaaaaaaaaaaaaaan hujan di pagi hari yang paling berkesan buat saya adalah hujan di hari Senin.
I wake up at dawn, opened my window, and catch the smelt of wet ground in sudden. It was “sesuatu banget”.
Sholat jadi khusyu, berangkat kuliah jadi semangat, apalagi kuliah di jam pertama dengan dosen yang mirip mbah kakung saya. bener-bener 100% deh. What a Monday!
Hujan di siang hari selalu bikin adem. Siang hari, setelah beraktivitas dari pagi sampai Dzuhur, terus tiba-tiba hujan memberikan sebuah surprise kelegaan buat saya. Berasa kaya lari maraton di padang pasir lalu tiba-tiba ketemu tenda dengan AC dan dipersilakan minum jus strawberry. Bikin adem banget!
Hujan di sore hari pun berkhasiat bikin kembali 100%. Survey membuktikan, menurut kebanyakan mahasiswa, kuliah setelah Ashar adalah percuma, pemborosan waktu. Kenapa? Karena, menurut mereka, waktu antara Ashar dan Maghrib adalah jam-jam bodoh, jam-jam di mana otak jadi soak. Hasilnya bukannya nambah ilmu, tapi nambah dosa karena ngomongin dosen dan maki-maki ini itu. Tapi, buat saya, hujan di sore hari kasih kekuatan super buat meluncur ke sarang burung elang di ujung pohon redwood. Bikin kuliah di jam-jam bodoh jadi kaya les privat dengan dosen setampan Rizky Hanggono dan kemampuan menjelaskan detail-detail seperti oma Victoria Fromkin. Rasanya kaya seorang pemain basket di tengah pertandingan basket dengan lawan yang super jagoan yang bikin lari ke sana-sini ngejar bola tanpa henti yang sukses bikin capek lahir batin, lalu tiba-tiba dikasih time-out, dan di time-out itu si pemain basket bisa ngelap keringat, minum, atur napas, atur strategi, singkatnya recharge energi. Super sekali!
Hujan di malam hari sukses bikin saya tidur nyenyak. Suara titik-titik air yang ketemu genting kedengeran kaya lullaby termerdu di telinga saya. Bikin nggak tahan dengan rayuan trio kwek-kwek dunia mimpi (kasur-bantal-guling).
Intinya, saya suka hujan!
Hujan bikin hawa jadi adem. Jadinya pilih-pilih baju gampang. Pilih baju ini, masih kedinginana, tumpuk pake baju itu. Bikin gampang mix n match baju. Beda kalo sama musim kemarau, pake baju gimana aja berasa gerah, kecuali kalo di ruangan ber-AC. Dan terlalu sering berada di ruang ber-AC itu berarti kita nggak saya Bumi dong ya?
***
And, the dish of the month is “bubur telur naga”....
Namanya aja gahar, sangar, bikin keder gimana gitu, tapi above all, rasanya lembuuuutt!
Jadi, bubur telur naga itu isinya bubur sum-sum, syrup gula jawa, sama tiga bulet-bulet warna merah. Bubur sum-sumnya lembuuuuutttt, lumer banget di lidah. Syrup gula jawanya bagus, nggak kental-kental banget, tapi nggak encer kaya air juga, pas. Tiga bulet-bulet warna merah itu yang diasosikan sebagai telur naga. Rasanya perpaduan antara bulet-bulet yang biasa ada di wedang ronde dan mochi kacang. Kulitnya dari tepung ketan yang ada isinya parutan kelapa yang dicampur gula jawa sama kacang tumbuk. Harganya Rp 5.000. Nggak berat di kantong kan, ya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar